Pada hari Rabu,17 Febuari 2010, kami (Jonas, Nugi, Jito) mewawancarai seorang penjual gorengan. Penjajak gorengan itu bernama Paydu Yanto, tetapi para pelanggan, khususnya para mahasiswa/I memanggilnya dengan nama Bang Pay. Ia lahir di Solo tepatnya 23 tahun yang lalu. Pada saat kami temui, kami melihatnya sebagai sosok yang ceria dalam kesehariannya.
Bang Pay hanya bersekolah sampai tingkat SMP saja, setelah itu ia membantu orang tuannya untuk bekerja. Ia sudah berada di Jakarta sejak 6 tahun yang lalu, dan mulai saat itulah ia memulai karirnya sebagai penjajak gorengan. Pertama ia memulai pekerjaannya sebagai seorang penjajak gorengan ia merasa sangat kewalahan karena harus mencari modal pertama untuk membeli gerobak dan menyewa tempat untuknya berjualan. Pada akhirnya dengan usahanya yang keras ia mendapatkan sebuah lahan kecil di sebuah bangunan di depan warnet the Patch.
Sosok yang sederhana ini selalu memulai usahanya setiap jam 3 sore. Ia membuat adonan untuk gorengannya saat ia masih berada di rumah, katanya untuk memudahkan bila ada pembeli yang memesan gorengan, ia tak perlu mengaduk-aduk adonan lagi, hanya tinggal menggoreng saja. Penghasilannya dalam sehari bisa mencapai 150 ribu rupiah, namun bersihnya ia hanya mendapat 70 ribu rupiah, angka yang relatif kecil bila dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya. Kediamannya yang sederhana berada di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
Tidak hanya orang-orang yang berkecukupan yang mempunyai impian, seorang penjajak gorengan pun mempunyai sebuah impian. Sebut saja Bang Pay (agar terdengar lebih modern), memiliki impian bahwa ia akan membuka usahanya di seluruh kota Jakarta. Bahkan kalau ia mendapatkan rido dari yang maha kuasa ia ingin menunda pekerjaannya sebagai penjajak gorengan, lalu membuka usaha baru yaitu menjadi montir di bengkel motor miliknya sendiri.
Saat kami bertanya mengenai suka duka bang Pay dalam berjualan Bang Pay dengan santainya menjawab, bahwa kesabaran adalah faktor yang paling penting, dan membuat pelanggan senang adalah kunci utama menjadi seorang pedagang. Pelanggan Bang Pay biasanya adalah mahasiswa dan pelajar, jadi bila hari sekolah libur, pendapatan bang Pay pun akan menurun.
Bang Pay belum mempunyai pasangan hidup. Tapi bang Pay juga mendambakan seorang pendamping untuk menemani hidupnya. Bang Pay dikenal sebagi sosok yang ceria dan murah senyum, ia pun ramah pada para pembeli meski pembeli itu hanya mengeluarkan uang 1000 rupiah saja untuk membeli dagangannya, bang Pay tidak akan membedakan pelayanan kepada pelanggannya dengan pelayanan pada pelanggan yang membeli lebih banyak. Gorengan bang Pay juga dinilai lebih enak dan lebih murah dibandingkan dengan gorengan lain di sekitar Unas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar