Nama bapak penjaga wartel itu adalah Tarman,ia berusia 47 tahun dan mempunyai 3 orang anak yang sudah dewasa. Istri Pak Tarman sudah tiada 3 tahun yang lalu, kini ia hidup hanya dengan ketiga anaknya. Pak Tarman berasal dari sebuah desa kecil di pulau Jawa ini, ia berasal dari desa Jetis, Jogjakarta. Kedua orangtua Pak Tarman sudah tiada. Kini ia memiliki tanggungan untuk mengurus anak-anaknya yang masih duduk di bangku kuliah.
Baginya pendidikan adalah hal yang sangat penting. Dulu Pak Tarman tidak dapat bersekolah karena masalah biaya. Orangtuanya hanyalah petani kontrak yang memiliki gaji yang tidak seberapa. Gaji yang dimiliki kedua orangtua Pak Tarman hanya cukup untuk memberi makan keluarga Pak Tarman saja. Namun, Pak Tarman tidak berkecil hati karena ia tidak dapat bersekolah seperti teman-temannya pada waktu itu. Pak Tarman tetap bersekolah di sebuah pengajian yang terdapat di desa yang jauh dari desanya. Untuk menuju ke desa tempat Pak Tarman, ia harus bersepeda selama kurang lebih 2 jam lamanya. Di pengajian itu Pak Tarman diajari membaca dan menulis. Akhirnya dari pengajian itulah Pak Tarman memiliki modal membaca dan menulis. Hanya itu modal pertama yang dimiliki Pak Tarman.
Kegiatan sehari-hari Pak Tarman adalah membantu kedua orangtuanya mengarit padi di sawah. Sedangkan ketiga kakaknya yang lain sudah pergi ke Jakarta untuk bekerja. Pak Tarman adalah anak bungsu dari 4 bersaudara. Pak Tarman juga memiliki keinginan untuk pergi ke Jakarta untuk mencari nafkah dan kehidupan yang lebih baik.
Pada usianya yang ke 18 tahun, Pak Tarman memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan bekerja di Jakarta. Pada waktu itu Pak Tarman hanya bermodalkan membaca dan menulis saja. Di Jakarta Pak Tarman melamar kerja di berbagai tempat. Namun karena Pak Tarman tidak memiliki ijazah pendidikan resmi, ia ditolak berkali-kali dalam melamar pekerjaan, bahkan untuk menjadi cleaning service di sebuah salon kecil saja Pak Tarman ditolak. Sempat ia putus asa dalam perjuangannya mencari pekerjaan. Ia sempat ingin kembali ke kampung halamannya untuk mengurus sapi milik saudaranya. Namun pada waktu itu Pak Tarman sudah tidak memiliki uang sama sekali, akhirnya ia membatalkan niatnya untuk pergi ke kampung halamannya.
Karena tidak memiliki uang dan pekerjaan akhirnya pak Tarman menjadi pengemis di Jakarta. Tempat tinggal Pak Tarman pun di kolong jembatan, bersama dengan para pengemis yang lainnya. Setiap hari ia mengemis bersama dengan teman-temannya sesama pengemis. Hidupnya hanya digantungkan pada uang yang diberikan oleh orang lain yang iba melihat keadaan dirinya pada waktu itu. Teman-teman Pak Tarman pada waktu itu adalah pengemis, pengamen, tukang asongan, bahkan Pak Tarman pun berteman dengan PSK-PSK yang kerap kali bekerja di wilayahnya. Wilayah tempat tinggal Pak Tarman pada waktu itu adalah di daerah cawang, yang kini dikenal dengan istilah baypass.
Pada suatu hari ada seorang bapak yang kebetulan berkenalan dengan Pak Tarman. Bapak itu membutuhkan seorang pembantu rumah tangga di rumahnya, dan ia menawari Pak Tarman untuk bekerja dengannya. Karena Pak Tarman ingin mengubah nasib hidupnya Pak Tarman pun bekerja dengan bapak itu. Bapak itu bekerja sebagai ahli mesin elektronika di rumahnya. Bapak itu memiliki banyak cabang bengkel mesin elektronika di Jakarta. Hidup Pak Tarman sangat dijamin pada saat ia bekerja di rumah bapak itu. Karena hidupnya dijamin oleh bapak itu Pak Tarman pun bekerja dengan sungguh- sungguh dengan bapak itu. Melihat kesungguhan dari Pak Tarman bapak itu juga mengajari Pak Tarman merangaki rangkaina elektronika. Pak Tarman cepat dalam belajar elektronika, dan akhirnya Pak Tarman menajdi asisten bapak itu dalam mengurus bengkel mesin di rumahya. Gaji Pak Tarman pun cukup untuk membiayai kedua orangtuanya serta dirinya sendiri pada waktu itu. Bengkel elektronika milik bapak itu berada di daerah Cililitan, dan sampai sekarang bengkel itu masih diurus oleh anak buah Pak Tarman.
Waktu itu musibah terjadi di rumah tempat Pak Tarman bekerja. Rumah itu terbakar karena ada kesalah dari pegawai yang lupa mencabut stop kontak yang masih aktif. Akhirnya hamper seluruh rumah beserta isinya terbakar habis oleh musibah itu. Majikan Pak Tarman meninggal dunia pada waktu itu, karena majikan Pak Tarman berusaha mengambil surat-surat berharga dalam rumahnya. Surat-surat berharga tersebut memang berhasil diambil oleh majikan Pak Tarman, namun majikannya terkena luka bakar yang serius di sekujur tubuhnya, dan akhirnya meninggal setelah menyerahkan surat-surat berharga tersebut kepada Pak Tarman.
Akhirnya Pak Tarman melanjutkan usaha majikannya tersebut dalam membuka bengkel elektronika. Dengan uang tabungan milik Pak Tarman, Pak Tarman kembali membangun rumah yang terbakar tersebut. Pak Tarman kembali membuka usaha bengkel elektronika, namun tanpa ada pegawai seperti sebelumnya. Semua pegawai majikannya pada waktu itu pergi entah kemana. Akhirnya Pak Tarman mengurus bengkel elektronika kecil-kecilannya sendiri. Pertama ia membuka bengkel elektronika ia tidak mempunyai pelanggan sama sekali. Selama berminggu-minggu ia menunggu datangnya pelanggan, namun yang ditunggu pun tak kunjung datang. Usaha Pak Tarman pada waktu itu terancam bangkrut, karena sama sekali tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya Pak Tarman pun hanya bisa berdoa dan berharap agar ada pelanggan yang datang ke bengkelnya.
Doanya pun dijawab oleh Tuhan. Pelanggan mulai berdatangan ketika Pak Tarman mulai kehabisan uang dan berniat menjual barang-barang miliknya ke orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada waktu itu. Mulai dari saat itu Pak Tarman kembali bekerja sebagai teknisi elektronika dan memperbaiki berbagai rangkaian elektronika yang rusak. Kian hari pelanggan pun makin banyak berdatangan dan Pak Tarman mulai kewalahan mengurus bengkel miliknya. Pak Tarman mencari orang yang dapat bekerja untuknya pada waktu itu sebagai asisten dirinya dalam mengurus bengkel tersebut. Dalam 2 minggu pencarian Pak Tarman sudah mendapatkan 2 orang pegawai yang bekerja untuknya. Kehidupan Pak Tarman pun mulai berubah dan menjadi orang yang sangat dikenal di daerahnya sebagai pemilik bengel elektronika terhebat di daerahnya pada waktu itu.
Setelah hasil kerja kerasnya dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada waktu itu, Pak Tarman pun berniat untuk mencari seorang pendamping hidup. Waktu itu Pak Tarman memilik kenalan bernama Maryamah, seorang gadis cantik yang diidam-idamkan Pak Tarman sejak ia menjadi pembantu rumah tangga. Hubungan Pak Tarman dengan Maryamah pun terjalin selam beberapa bulan, sebelum Pak Tarman melamar Maryamah untuk menjadi istrinya. Akhirnya Pak Tarman pun menikah dengan Maryamah dan memiliki 3 orang putra. Ketiga anaknya bernama Iput Herlambang, Yusup Saputra, dan Dwi Firmansyah. Ketiga anaknya kini masih kuliah di Universitas Indonesia.
Nilai-nilai yang dapat saya ambil dari wawancara ini adalah semangat untuk berjuang dan keteguhan hati dari Pak Tarman. Ia memulai usahanya dari nol, hanya bemodalkan baca tulis saja. Ia memulai perjuangan hidupnya dengan menjadi pengemis yang hanya mengandalkan bantuan dari orang lain untuk mendapatkan nafkah. Kehidupannya mulai beranjak membaik ketika ia menjadi pembantu rumah tangga di daerah cililitan. Oleh majikannya ia diajari ilmu elektronika yang membawanya menuju kesuksesan hidupnya saat ini. Dengan keteguhan hati yang ia miliki ia selalu berjuang dari segala kegagalan yang ia terima selama perjuangannya dalam bekerja, dan akhirnya ia dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga bangku perguruan tinggi.
Selain itu rasa percaya diri Pak Tarman juga patut dikagumi. Pasalnya, beliau hanya bermodalkan baca tulis saja sejak ia hijrah dari kampung halamannya. Namun ia tidak pernah minder atau menyerah dengan kemampuan yang ia miliki. Beliau mengajarkan sesuatu pada saya, bahwa di dunia ini tidak ada orang yang bodoh, yang ada hanyalah orang yang malas dan tidak mau berusaha. Kalau mau hidup sukses kita harus berani dalam melakukan sesuatu dan tidak tanggung –tanggung dalam mengerjakannya. Beliau mengajarkan pada saya bahwa saya harus berani melawan diri saya sendiri agar saya dapat keluar dari pribadi yang membatasi saya dlam berkembang. Itulah kunci kesuksesan yang diajarkan Pak Tarman kepada saya.
Langganan:
Postingan (Atom)