skip to main | skip to sidebar

dunia ksatria...

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit

Senin, 06 Februari 2012

untuk mama

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 16.31

ku mohon hentikan air matamu mama
bila ternyata harus putus sekolahku
kan ku pilih gaya hidup yang tiada
pernah indah di matamu

tak mampu ku mengampuni diriku mama
bila ku dengar harumnya arti doamu
yang kau panjatkan untukku saat ku bawa diriku
semakin dalam ku terjatuh

bila ku tak pernah sanggup untuk bangkit dari
kegagalan yang tak seharusnya kau sesali
karna kenyataan hidup yang aku jalani
tak seindah saat ku dengar engkau bernyanyi

reff:
inilah jiwaku mama
yang terluka dipecundangi dunia
dengan kasihmu yang mampu lindungi lemah hatiku
yang tak sekuat hatimu

0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Kamis, 10 Maret 2011

fight

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 17.43

Dan ketika ku pulang telusuri jalanan

Dan kulihat orang-orang berlomba cari uang

Semua ingin jadi pemenang

Biar bisa senang

Semua ingin jadi pemenang

Biar senang.. Hidup senang..

Bisa terus senang.. Senang…

Dan ketika ku berjalan

Di tengah lalu lalang..

Ku harus terus berjuang

‘Tuk tetap jadi orang..

Semua ingin jadi pemenang

Biar bisa senang

Semua ingin jadi pemenang

Biar senang.. Hidup senang..

Bisa terus senang.. Senang…

Semua ingin jadi pemenang

Biar bisa senang

Semua ingin jadi pemenang

Biar senang.. Hidup senang..

Bisa terus.. Senang.. Senang…

0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Jumat, 25 Februari 2011

Tugas Sejarah..

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 05.44

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.

Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.

Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.

Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).


0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tak Selamanya Sabar Itu Baik

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 05.41
Dalam prakteknya, kita memang tidak bisa memperdebatkan apakah kesabaran itu penting atau tidak. Tidak bisa juga kita memilih untuk menjadi orang yang sabar atau tidak. Sejauh kita ingin memanifestasikan apa yang belum nyata di pikiran, kesabaran itu mutlak dibutuhkan. Pasalnya, semua manifestasi itu butuh proses dan perjuangan. Maksud perjuangan di sini adalah the activity that not only doing, aktivitas yang tidak semata melakukan sesuatu, melainkan usaha yang menuntut pengerahan daya upaya, yang di dalamnya pasti mencakup kesabaran. Kalau kita ingin membangun usaha, dalam skala apapun, pasti modal kita tidak cukup hanya beraktivitas yang biasa-biasa sekalipun kita sudah memiliki modal material dan finansial yang cukup. Membangun usaha butuh pengerahan daya upaya atau biasa kita sebut perjuangan.

Selain sebagai syarat mutlak perjuangan, kesabaran juga memberikan efek mental yang disebut kekuatan batin. Orang menjadi kuat bukan karena kesuksesan. Kalau Anda tiba-tiba langsung sukses di bisnis, misalnya, belum tentu kesuksesan itu membuat Anda kuat mengelolanya. Kekuatan batin itu dibentuk dari kesabaran kita dalam menghadapi kenyataan pada saat kita memperjuangkan sesuatu. Ini yang membuat para pengusaha senior tidak begitu reaktif terhadap kegagalan atau kerugian. Jiwanya sudah terlatih untuk menjadi kuat. Struktur batin manusia itu sering digambarkan seperti batang pohon. Ia menjadi kuat bukan karena dijauhkan dari terpaan angin atau dari sinar matahari. Ia menjadi kuat karena dilatih oleh terpaan dan sinar.

Prioritas Kesabaran
Meski kesabaran itu dibutuhkan di semua aktivitas yang kita sebut perjuangan itu, tetapi kalau melihat prioritasnya, ada situasi dan kondisi tertentu yang menuntut kita untuk harus lebih bersabar. Prioritas kesabaran dapat dijabarkan antara lain :

1. Pada saat kita menanti ketetapan Tuhan

Menurut ketetapan Tuhan, apapun yang kita usahakan itu pasti akan ada balasannya. Cuma, balasan itu seringkali diakhirkan, di tanggal yang kita tidak ketahui seluruhnya, meski ada sebagian yang bisa diketahui. Menanti ketetapan yang belum diketahui ini butuh kesabaran.

2. Pada saat kita menanti bukti yang diragukan orang-orang sekitar

Terkadang kita perlu terobosan yang kreatif dan umumnya terobosan itu menghadapi opini pihak lain yang kurang mendukung. Seperti diungkapkan Einstein, setiap ide yang hebat itu selalu mendapatkan sikap yang kurang mendukung dari orang yang biasa-biasa. Untuk membuktikan bahwa terobosan yang kita ambil itu kreatif (menghasilkan sesuatu yang lebih unggul), dibutuhkan kesabaran.

3. Pada saat menghadapi ejekan / gangguan orang-orang yang menentang.

Tidak berarti kalau kita punya ide / rencana yang bagus, benar, dan bermanfaat itu lantas langsung mendapatkan dukungan dari manusia, seperti misalnya di kita harus ada berbagai komisi tentang hal-hal positif. Umumnya malah ditentang atau dikebiri dulu atau mendapatkan ujian. Rencana itu hanya akan bisa jalan apabila kesabarannya kuat.

4. Saat menghadapi dorongan nafsu untuk membalas dendam

Upaya untuk memukul balik atas apa yang dilakukan orang terhadap kita, memang bisa saja muncul saat kita misalnya diperlakukan kurang baik oleh orang-orang tertentu. Namanya juga manusia. Kita sulit menjadi pemaaf atau orang yang berjiwa besar. Agar ini tidak terjadi, dibutuhkan kesabaran, alias menahan diri.

5. Saat menghadapi keadaan buruk yang di luar rencana

Malapetaka, musibah, bencana, penyakit, atau hal-hal buruk lain yang tidak kita inginkan, memang bisa terjadi kapan saja, entah dari sebab yang logis atau yang beyond logis. Untuk menghadapinya, dibutuhkan kesabaran.

6. Saat memperjuangkan hasil yang sesuai kebutuhan atau keinginan

Hasil yang sempurna itu terjadi karena dua hal, yaitu good management dan good luck (tangan Tuhan). Terkadang kita mendapatkan yang lebih baik dari rencana tetapi terkadang tidak. Untuk menghadapi seni keadaan yang seperti ini tentu dibutuhkan kesabaran.

7. Pada saat menjalankan pengabdian kepada Tuhan

Semua bentuk pengabdian kepada Tuhan, dari mulai yang kecil sampai ke yang besar, membutuhkan kesabaran. Sebab, di samping ada godaan, terkadang juga situasinya kurang mendukung. Sudah begitu, hasilnya tidak nyata, seperti makan cabe. Karenanya butuh kesabaran.

Tak Selamanya Kesabaran itu Baik

Meski sedemikian prinsipnya kesabaran itu bisa dijelaskan di sini, tapi dalam prakteknya tidak semua yang kita sebut sebagai kesabaran itu membuahkan kekuatan, keberhasilan, atau kemajuan. Atau dengan kata lain, tidak semua kesabaran itu baik. Seperti apa kesabaran yang berpotensi tidak baik itu? Sebelumnya harus kita sepakati dulu bahwa yang kurang baik di sini tentu bukan konsep dari ajaran sabarnya, tetapi apa yang kita duga sebagai kesabaran itulah yang seringkali berproblem. Misalnya kita bertahan pada keadaan buruk, tanpa ada dorongan untuk mengubahnya ke arah yang lebih baik dengan memperjuangkan sesuatu. Kita bisa saja menduga bertahan di sini sebagai wujud kesabaran. Padahal, lemahnya dorongan di situ dapat membuahkan keburukan dan ada banyak alasan untuk mengatakannya bukan sebagai kesabaran yang diajarkan.

Kenapa? Kalau melihat kesabaran yang diajarkan, kesabaran itu konteksnya pada berjuang atau pada saat memperjuangkan sesuatu. Sabar itu menunggu, bertahan, atau menghindari, tetapi semua itu kita lakukan pada saat melakukan effort that not only doing itu. Begitu konteks-nya kita hilangkan, kesabaran kita berubah menjadi kepasrahan terhadap kenyataan buruk. Kepasrahan demikian disebutnya fatalisme yang ditolak oleh semua ajaran dan akal sehat karena keburukan yang akan ditimbulkan.Termasuk dalam pengertian sabar yang kurang baik adalah terlalu tahan terhadap derita; atau yang dalam kajian sains-nya biasa disebut stoisme, bekunya jiwa terhadap rasa derita atau bahagia. Ini membahayakan apabila sudah menumpulkan kreativitas dan daya juang. Kita sudah terlalu tahan terhadap derita sehingga kurang tergerak untuk mencari solusinya.

Kesabaran juga akan berpotensi buruk apabila telah mengurangi kewajiban kita untuk bertanggung jawab, baik personal atau sosial. Seorang suami kurang bisa dibenarkan menyuruh istrinya bersabar pada saat dirinya malas-malasan; atau misalnya lagi kita memilih untuk membiarkan ada anggota keluarga yang perilakunya berpotensi membahayakan dirinya dan orang banyak dengan menggunakan alasan kesabaran. Kesabaran demikian sangat berpotensi mendatangkan keburukan.

Kesabaran juga akan sangat berpotensi mendatangkan keburukan apabila dalam operasinya telah mengabaikan kewajiban kita untuk ber-empati pada orang lain. Kita menasehati orang lain supaya bersabar, dalam arti tidak melakukan apa-apa, sehingga mendatangkan keburukan.

Siklus Aktif Kesabaran

Agar kita terhindar dari praktek kesabaran yang berpotensi membuahkan keburukan, memang perlu ada antisipasi atau koreksi. Antisipasinya bisa kita buat berdasarkan penjelasan banyak ahli di bidang keimanan. Kalau melihat kajian di bidang keimanan, kesabaran itu ternyata bukan ajaran hidup yang berdiri sendiri dan untuk tujuan kesabaran. Kita tidak boleh bersabar hanya untuk bersabar, sebab akan rentan jatuh pada kepasrahan yang kalah, seperti yang sudah kita singgung di atas.

Jadi bagaimana? Kesabaran itu perlu digandengkan dengan keimanan dan kesyukuran dalam bentuk hubungan yang bersiklus dan bekerja secara aktif sesuai dengan kenyataan yang kita hadapi. Sederhananya bisa kita pahami seperti pada ilustrasi di bawah ini.

Jika dikontekskan dengan kehidupan sehari-hari, pemahaman yang bisa kita bangun itu adalah bahwa kita itu perlu memperjuangkan apa yang kita imani sebagai kebenaran atau kebaikan. Misalnya kita mengimani adanya solusi dari persoalan yang tengah kita hadapi. Tentu, namanya iman itu bukan sebatas mempercayai, melainkan membuktikan kebenaran dari apa yang kita percayai melalui serangkaian tindakan. Untuk membuktikan itu, pastinya butuh kesabaran, dalam arti menunggu, bertahan, atau melewati proses, sampai berhasil. Setelah solusi itu terwujud, sikap yang secepatnya perlu dimunculkan adalah bersyukur. Syukur dalam arti menggunakan apa yang sudah ada untuk perbaikan, peningkatan, atau hal-hal lain yang membuat hidup kita makin baik, dengan cara-cara yang positif.

Mengabaikan kesyukuran saat hidup sedang berada di fase nahagia, dapat membuahkan keburukan. Banyak orang yang justru mendapatkan kesengsaraan dari keberhasilannya, misalnya menyalahkan-gunakan kekuasaan, jabatan, atau melampaui batas, karena kurang bersyukur. Termasuk juga bila kita terlalu lama menikmati keberhasilan. Ditempatkan menjadi manajer HRD, misalnya begitu, yang semula kita pahami sebagai nikmat, akan berubah menjadi sesuatu yang biasa-biasa atau mungkin menjadi beban, jika kita gagal mengembangkan diri sebagai wujud kesyukuran. "Walaupun Anda sudah berada di track yang benar, tetapi akan salah bila Anda di situ terlalu lama", pesan Jhon C. Maxwell.

Bisa juga kita menggunakannya untuk konteks yang agak berbeda. Ketika sedang terkena problem, kita menggunakan keimanan dan kesabaran. Tapi begitu hidup kita lagi OK, bergelimpangan resource, kita menggunakan keimanan dan kesyukuran. Memainkan otak untuk mengetahui kapan menggunakan kesabaran dan kesyukuran yang berakar pada realisasi keimanan inilah yang bisa kita pahami sebagai siklus aktif kesabaran. Kesabaran dengan begitu bukan tujuan, tetapi kendaraan jiwa untuk mencapai tujuan.

Menjaga Jarak Yang Sehat

Kunci lain lagi agar kita tidak terjebak mempraktekkan ajaran yang benar, namun dengan cara yang salah atau mengakibatkan kesalahan adalah dengan menjaga jarak yang sehat. Saya kira ini tidak saja berlaku untuk kesabaran, tetapi juga untuk yang lain-lain, seperti ketekunan, kebaikan, ketakwaan, dan seterusnya. Menjaga jarak yang sehat di sini maksudnya jangan sampai kita kebablasan sehingga kurang seimbang antara kewajiban untuk menerima kenyataan dan kewajiban untuk memperbaikinya. Misalnya kita tiba-tiba harus menghadapi kenyataan buruk. Saat itu, kewajiban kita adalah menerima kenyataan. Protes atau men-denial-nya malah dapat memperburuk jiwa. Tapi, ketika sikap demikian itu mulai memunculkan tanda-tanda yang kurang baik, maka kita perlu menggantinya dengan kewajiban memperbaiki kenyataan dengan memunculkan inisiatif dan aksi.

Menjaga jarak juga saat diperlukan antara kapan kita menggunakan kecerdasan dan kapan kita menggunakan keimanan agar terjadi keseimbangan. Keduanya sangat penting sehingga mengabaikan salah satunya secara berlebihan dapat memunculkan masalah. Kalau kita terlalu mengabaikan iman dengan bersandar pada kecerdasan akal, lama-lama akan hampa karena kekeringan nilai-nilai abstrak. Padahal, di bagian tertentu dari kenyataan yang kita hadapai, nilai-nilai abstrak itu penting. Tapi, kalau sedikit-sedikit lari pada keimanan, dengan mengesampingkan akal, bisa fatal juga akibatnya.

Semoga bermanfaat
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 19 September 2010

wawancara

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 01.23
Nama bapak penjaga wartel itu adalah Tarman,ia berusia 47 tahun dan mempunyai 3 orang anak yang sudah dewasa. Istri Pak Tarman sudah tiada 3 tahun yang lalu, kini ia hidup hanya dengan ketiga anaknya. Pak Tarman berasal dari sebuah desa kecil di pulau Jawa ini, ia berasal dari desa Jetis, Jogjakarta. Kedua orangtua Pak Tarman sudah tiada. Kini ia memiliki tanggungan untuk mengurus anak-anaknya yang masih duduk di bangku kuliah.
Baginya pendidikan adalah hal yang sangat penting. Dulu Pak Tarman tidak dapat bersekolah karena masalah biaya. Orangtuanya hanyalah petani kontrak yang memiliki gaji yang tidak seberapa. Gaji yang dimiliki kedua orangtua Pak Tarman hanya cukup untuk memberi makan keluarga Pak Tarman saja. Namun, Pak Tarman tidak berkecil hati karena ia tidak dapat bersekolah seperti teman-temannya pada waktu itu. Pak Tarman tetap bersekolah di sebuah pengajian yang terdapat di desa yang jauh dari desanya. Untuk menuju ke desa tempat Pak Tarman, ia harus bersepeda selama kurang lebih 2 jam lamanya. Di pengajian itu Pak Tarman diajari membaca dan menulis. Akhirnya dari pengajian itulah Pak Tarman memiliki modal membaca dan menulis. Hanya itu modal pertama yang dimiliki Pak Tarman.
Kegiatan sehari-hari Pak Tarman adalah membantu kedua orangtuanya mengarit padi di sawah. Sedangkan ketiga kakaknya yang lain sudah pergi ke Jakarta untuk bekerja. Pak Tarman adalah anak bungsu dari 4 bersaudara. Pak Tarman juga memiliki keinginan untuk pergi ke Jakarta untuk mencari nafkah dan kehidupan yang lebih baik.
Pada usianya yang ke 18 tahun, Pak Tarman memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan bekerja di Jakarta. Pada waktu itu Pak Tarman hanya bermodalkan membaca dan menulis saja. Di Jakarta Pak Tarman melamar kerja di berbagai tempat. Namun karena Pak Tarman tidak memiliki ijazah pendidikan resmi, ia ditolak berkali-kali dalam melamar pekerjaan, bahkan untuk menjadi cleaning service di sebuah salon kecil saja Pak Tarman ditolak. Sempat ia putus asa dalam perjuangannya mencari pekerjaan. Ia sempat ingin kembali ke kampung halamannya untuk mengurus sapi milik saudaranya. Namun pada waktu itu Pak Tarman sudah tidak memiliki uang sama sekali, akhirnya ia membatalkan niatnya untuk pergi ke kampung halamannya.

Karena tidak memiliki uang dan pekerjaan akhirnya pak Tarman menjadi pengemis di Jakarta. Tempat tinggal Pak Tarman pun di kolong jembatan, bersama dengan para pengemis yang lainnya. Setiap hari ia mengemis bersama dengan teman-temannya sesama pengemis. Hidupnya hanya digantungkan pada uang yang diberikan oleh orang lain yang iba melihat keadaan dirinya pada waktu itu. Teman-teman Pak Tarman pada waktu itu adalah pengemis, pengamen, tukang asongan, bahkan Pak Tarman pun berteman dengan PSK-PSK yang kerap kali bekerja di wilayahnya. Wilayah tempat tinggal Pak Tarman pada waktu itu adalah di daerah cawang, yang kini dikenal dengan istilah baypass.
Pada suatu hari ada seorang bapak yang kebetulan berkenalan dengan Pak Tarman. Bapak itu membutuhkan seorang pembantu rumah tangga di rumahnya, dan ia menawari Pak Tarman untuk bekerja dengannya. Karena Pak Tarman ingin mengubah nasib hidupnya Pak Tarman pun bekerja dengan bapak itu. Bapak itu bekerja sebagai ahli mesin elektronika di rumahnya. Bapak itu memiliki banyak cabang bengkel mesin elektronika di Jakarta. Hidup Pak Tarman sangat dijamin pada saat ia bekerja di rumah bapak itu. Karena hidupnya dijamin oleh bapak itu Pak Tarman pun bekerja dengan sungguh- sungguh dengan bapak itu. Melihat kesungguhan dari Pak Tarman bapak itu juga mengajari Pak Tarman merangaki rangkaina elektronika. Pak Tarman cepat dalam belajar elektronika, dan akhirnya Pak Tarman menajdi asisten bapak itu dalam mengurus bengkel mesin di rumahya. Gaji Pak Tarman pun cukup untuk membiayai kedua orangtuanya serta dirinya sendiri pada waktu itu. Bengkel elektronika milik bapak itu berada di daerah Cililitan, dan sampai sekarang bengkel itu masih diurus oleh anak buah Pak Tarman.
Waktu itu musibah terjadi di rumah tempat Pak Tarman bekerja. Rumah itu terbakar karena ada kesalah dari pegawai yang lupa mencabut stop kontak yang masih aktif. Akhirnya hamper seluruh rumah beserta isinya terbakar habis oleh musibah itu. Majikan Pak Tarman meninggal dunia pada waktu itu, karena majikan Pak Tarman berusaha mengambil surat-surat berharga dalam rumahnya. Surat-surat berharga tersebut memang berhasil diambil oleh majikan Pak Tarman, namun majikannya terkena luka bakar yang serius di sekujur tubuhnya, dan akhirnya meninggal setelah menyerahkan surat-surat berharga tersebut kepada Pak Tarman.
Akhirnya Pak Tarman melanjutkan usaha majikannya tersebut dalam membuka bengkel elektronika. Dengan uang tabungan milik Pak Tarman, Pak Tarman kembali membangun rumah yang terbakar tersebut. Pak Tarman kembali membuka usaha bengkel elektronika, namun tanpa ada pegawai seperti sebelumnya. Semua pegawai majikannya pada waktu itu pergi entah kemana. Akhirnya Pak Tarman mengurus bengkel elektronika kecil-kecilannya sendiri. Pertama ia membuka bengkel elektronika ia tidak mempunyai pelanggan sama sekali. Selama berminggu-minggu ia menunggu datangnya pelanggan, namun yang ditunggu pun tak kunjung datang. Usaha Pak Tarman pada waktu itu terancam bangkrut, karena sama sekali tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya Pak Tarman pun hanya bisa berdoa dan berharap agar ada pelanggan yang datang ke bengkelnya.
Doanya pun dijawab oleh Tuhan. Pelanggan mulai berdatangan ketika Pak Tarman mulai kehabisan uang dan berniat menjual barang-barang miliknya ke orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada waktu itu. Mulai dari saat itu Pak Tarman kembali bekerja sebagai teknisi elektronika dan memperbaiki berbagai rangkaian elektronika yang rusak. Kian hari pelanggan pun makin banyak berdatangan dan Pak Tarman mulai kewalahan mengurus bengkel miliknya. Pak Tarman mencari orang yang dapat bekerja untuknya pada waktu itu sebagai asisten dirinya dalam mengurus bengkel tersebut. Dalam 2 minggu pencarian Pak Tarman sudah mendapatkan 2 orang pegawai yang bekerja untuknya. Kehidupan Pak Tarman pun mulai berubah dan menjadi orang yang sangat dikenal di daerahnya sebagai pemilik bengel elektronika terhebat di daerahnya pada waktu itu.
Setelah hasil kerja kerasnya dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada waktu itu, Pak Tarman pun berniat untuk mencari seorang pendamping hidup. Waktu itu Pak Tarman memilik kenalan bernama Maryamah, seorang gadis cantik yang diidam-idamkan Pak Tarman sejak ia menjadi pembantu rumah tangga. Hubungan Pak Tarman dengan Maryamah pun terjalin selam beberapa bulan, sebelum Pak Tarman melamar Maryamah untuk menjadi istrinya. Akhirnya Pak Tarman pun menikah dengan Maryamah dan memiliki 3 orang putra. Ketiga anaknya bernama Iput Herlambang, Yusup Saputra, dan Dwi Firmansyah. Ketiga anaknya kini masih kuliah di Universitas Indonesia.
Nilai-nilai yang dapat saya ambil dari wawancara ini adalah semangat untuk berjuang dan keteguhan hati dari Pak Tarman. Ia memulai usahanya dari nol, hanya bemodalkan baca tulis saja. Ia memulai perjuangan hidupnya dengan menjadi pengemis yang hanya mengandalkan bantuan dari orang lain untuk mendapatkan nafkah. Kehidupannya mulai beranjak membaik ketika ia menjadi pembantu rumah tangga di daerah cililitan. Oleh majikannya ia diajari ilmu elektronika yang membawanya menuju kesuksesan hidupnya saat ini. Dengan keteguhan hati yang ia miliki ia selalu berjuang dari segala kegagalan yang ia terima selama perjuangannya dalam bekerja, dan akhirnya ia dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga bangku perguruan tinggi.
Selain itu rasa percaya diri Pak Tarman juga patut dikagumi. Pasalnya, beliau hanya bermodalkan baca tulis saja sejak ia hijrah dari kampung halamannya. Namun ia tidak pernah minder atau menyerah dengan kemampuan yang ia miliki. Beliau mengajarkan sesuatu pada saya, bahwa di dunia ini tidak ada orang yang bodoh, yang ada hanyalah orang yang malas dan tidak mau berusaha. Kalau mau hidup sukses kita harus berani dalam melakukan sesuatu dan tidak tanggung –tanggung dalam mengerjakannya. Beliau mengajarkan pada saya bahwa saya harus berani melawan diri saya sendiri agar saya dapat keluar dari pribadi yang membatasi saya dlam berkembang. Itulah kunci kesuksesan yang diajarkan Pak Tarman kepada saya.
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Selasa, 10 Agustus 2010

Mengajak Orang Lain Berubah

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 05.47
Dua Diri Di Dalam Diri

Disadari atau tidak, seringkali kita terlibat ke dalam urusan untuk ingin mengubah orang lain. Keinginan itu ada yang kita sampaikan melalui harapan, saran, atau bahkan tindakan yang bentuknya mungkin bisa "the must do" atau "the must not do". Terkadang juga keinginan itu ada yang didasari pertimbangan / kepentingan rasional, tapi ada juga yang didasari oleh hasrat-subyektivitas kita.



Kalau melihat ke literaturnya, memang ada banyak penjelasan terkait dengan topik kita ini. Ada yang mengatakan bahwa seseorang itu tidak bisa diubah oleh siapapun, kecuali oleh dirinya. Setiap orang, dalam kondisi apapun, ia punya kebebasan untuk menentukan dirinya. Sampai ada yang bilang, biarpun kita menodongkan postol di kepala orang itu, ia tetap saja punya kebebasan menolak atau menerima ajakan kita. Ibarat kuda, bisa saja kita memaksanya untuk sampai ke pinggir sungai, tapi untuk memaksanya minum air sungai, nanti dulu.



Pendapat lain mengatakan yang sebaliknya. Manusia itu adalah makhluk yang rentan perubahan. Teori pendidikan, teori motivasi, teori pembentukan karakter dan lain-lain berangkat dari pemikiran ini. Banyak riset dan kajian ilmu pengetahuan yang berkesimpulan, manusia itu adalah bentukan dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor gen dan faktor lingkungan, faktor individual dan faktor sosial. Menurut George Herbert Mead, setiap orang itu punya "dua diri". Yang satu hasil bentukan dirinya dan yang satu lagi hasil bentukan dari luar (impulsive dan restrained).



Ada pendapat lain yang mencoba mencairkan kedua ekstrimitas di atas. Menurut pendapat ini, di dalam diri manusia itu ada bagian yang bisa diubah dengan mudah, tapi ada juga yang sulit diubah. Kata “sulit diubah” ini mengarah pada dua pengertian, yaitu: a) sulit dalam arti harus dilakukan berkali-kali atau yang di dalam teori pendidikannya disebut pembiasaan atau paksaan, dan b) sulit dalam arti harus melibatkan kesadaran atau inisiatif yang bersangkutan.



Pendapat di atas bisa kita lihat di teori kompetensi atau konsep pengembangan SDM. Contoh yang mudah diubah itu misalnya skill, pengetahuan, pandangan, dan semisalnya. Kalau kita ingin mengubah orang dari yang semula tidak tahu ke manjadi tahu, ini lebih mudah. Cukup dikasih buku atau diajari. Sedangkan contoh yang sulit diubah itu misalnya adalah sifat-sifat bawaan, bakat bawaan, sikap mental, konsep-diri, operant trait, kebiasaan, karakter, dan semisalnya. Lembaga pendidikan yang mahal sekali pun terkadang belum sepenuhnya membuktikan kesanggupannya dalam mengubah karakter atau sikap mental seseorang.



Menurut teori kompetensi, yang sulit diubah itu disebut "core personality", yang letaknya di layar paling dalam dari diri kita. Ada lagi yang menyebut dengan istilah "trait" untuk hal-hal yang sulit diubah dan "state" untuk hal-hal yang mudah diubah. Trait adalah karakteristik bawaan yang melekat pada kita (operant trait), sedangkan state adalah karakteristik tertentu yang muncul akibat kondisi tertentu dari luar (respondent trait)



Intinya, masih ada peluang bagi kita untuk mengajak orang lain berubah. Hanya saja memang di sana ada bagian yang langsung bisa diubah dengan mudah dan ada yang butuh waktu, tidak langsung dan sulit. Karana itu, dulu, ada petuah pendidikan yang mengatakan, mendidik manusia itu sama seperti menaman kelapa. Kalau kita mananam sekarang, hasilnya baru ketahuan duapuluh tahun kemudian. Petuah ini terkait dengan sesuatu di dalam diri manusia yang sulit diubah dalam waktu singkat.



Terlepas dari itu, kalau melihat penjelasan dalam konsep kompetensi, ternyata keinginan kita untuk mengajak orang lain berubah itu termasuk dalam kompetensi di tempat kerja. Karena merupakan kompetensi, maka di sana ada semacam peringkatan (skala). Skala yang paling rendah adalah ketika kita menunjukkan sikap arogansi lalu menuntut orang lain harus berubah sesuai kita dengan cara yang kasar. Skala menengahnya adalah ketika kita melakukan langkah persuasi yang langsung. Sedangkan skala yang paling tinggi adalah ketika kita sudah bisa menerapkan "strategi-halus" dimana seseorang akhirnya berubah tanpa merasa diubah oleh kita (Competence At Work, 1993)



Kenapa berubah & kenapa menolak berubah?

Hampir bisa dipastikan bahwa tidak ada penjelasan yang mengarah adanya single factor tentang kenapa orang itu berubah dan kenapa seseorang menolak berubah. Kalau mengacu pada beberapa pendapat di atas, di bawah ini ada beberapa hal yang bisa kita jadikan acuan untuk memahami alasan-alasan itu. Secara garis besar, alasan itu bisa kita bagi menjadi dua, yaitu:



- Alasan internal.

- Alasan eksternal



Yang termasuk alasan internal itu adalah, antara lain:



Pertama, manfaat. Orang akan berubah kalau tahu / merasakan manfaatnya (result knowledge). Sebaliknya, orang akan masa bodoh kalau manfaatnya tidak jelas. Karena itu, dalam manajemen dikenal sebuah istilah What-Is-In-It-For-Me. Istilah ini perlu dijadikan pegangan untuk mengajak orang lain berubah. Manfaat ini tentunya banyak: mungkin finansial, mungkin emosional, mungkin intelektual, dan seterusnya.



Kedua, kesadaran. Ini bisa berbentuk sebuah momen internal yang menjadi titik balik di dalam diri seseorang. Orang akan berubah kalau dirinya mengalami proses yang disebut "altered state of consciousness", punya kesadaran baru untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh misalnya ada seseorang yang diberhentikan dari tempat kerja karena punya temparemen yang tidak terkontrol. Sejauh orang itu sadar akan kekurangan yang dimiliki dan bahaya yang nyata, orang itu dipastikan akan menempuh proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Tapi kalau kesadaran itu tidak muncul, perubahan pun sulit terjadi.



Ketiga, harapan. Orang akan berubah kalau punya harapan baru atau punya harapan yang lebih jelas. Karena itu ada yang mengatakan, orang akan tetap "hidup" selama harapannya masih hidup. Harapan baru bisa mengubah orang menjadi kreatif, semangat, inovatif dan seterusnya. "Ketika anda mengubah harapan, maka sikap anda akan berubah", begitu kata Jhon Maxwell.



Keempat, keberanian. Orang juga akan berubah begitu punya keberanian untuk melawan ketakutannya selama ini. Keberanian di sini mungkin ada yang berasaskan pada moral, mental atau alasan-alasan lain yang mendukung. Keputusan orang untuk menikah umumnya terkait dengan soal keberanian ini.



Kelima, sasaran. Sasaran di sini adalah sesuatu yang benar-benar ingin diraih seseorang. Bentuknya mungkin bisa goal, target, objective, vision, dan lain-lain. Orang akan berubah ke arah yang lebih baik kalau sasarannya diperbaiki, diperjelas, dikoreksi, diriilkan, dan seterusnya. Perubahan itu biasanya berupa langkah yang lebih fokus, lebih giat, lebih berdisiplin, lebih matang dan lain-lain.



Itulah sebagian dari sekian yang bisa kita paparkan di sini. Intinya, ada sekian alasan internal yang melatarbelakangi perubahan seseorang. Alasan-alasan itulah yang berfungsi untuk mendorong (to drive), menyeleksi (to select) dan mempertahankan (to defend).



Sedangkan yang termasuk alasan eksternal itu pada umumnya terkait dengan orang (people) dan keadaan (condition). Aristotle mengatakan, di antara yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu itu adalah: perubahan, keadaan alam, paksaan, kebiasaan, visi (alasan mendasar), dorongan dari dalam (semangat atau motivasi, keinginan atau kemauan). Contoh yang dari manusia itu misalnya, pengarahan, kebijakan, paksaan, pendidikan, pemrograman dan lain-lain. Sedangkan contoh yang dari realitas itu misalnya adalah perubahan keadaan atau perubahan alam.



Pendeknya, manusia itu berubah karena realitas di dalam dirinya berubah atau karena realitas di luar dirinya berubah. Riset keilmuan lebih banyak menyimpulkan bahwa perubahan yang datangnya dari dalam diri itu jauh lebih permanen dibanding dengan perubahan yang datangnya dari luar (people and condition). Perubahan dari dalam disebut penentu (determinant), sedangkan yang dari luar disebut pemicu (trigger).



Beberapa Pendekatan

Seperti yang sudah kita singgung, memang agak sulit menemukan adanya single factor yang menjadi alasan kenapa seseorang itu berubah. Karena itu, cara yang perlu kita gunakan untuk mengajak pun perlu di-variatif-kan. Dari sekian pendekatan yang ada di dunia ini, sebagiannya kira-kira di bawah ini:



Pertama, power hubungan. Untuk mengajak orang lain berubah, kita perlu bertanya apakah kita punya power dalam hubungan itu atau tidak. Power di sini bentuknya bisa bermacam-macam: mungkin senioritas, kharisma, atoritas, jabatan, kematangan moral, kematangan mental, dan lain-lain.



Kenapa ini penting? Pengetahuan kita tentang power akan menentukan bentuk pendekatan yang kita pilih. Kalau kita ini seorang atasan dalam organisasi / institusi yang ingin mengubah bawahan, tentu cara finalnya adalah mengeluarkan peraturan. Ini relatif lebih simple. Tapi bagaimana kalau power otoritas itu tidak ada? Tentu dibutuhkan cara lain yang bukan seperti itu.



Maksud saya, jangan sampai kita menggunakan pendekatan yang tidak bisa diterima karena kita tidak tahu bentuk power yang kita miliki. Bagaimana kalau power itu tidak ada semua? Dalam kondisi seburuk inipun tidak berarti pintu kita sudah tertutup. Beberapa konsep dalam manajemen menyarankan agar kita meminta bantuan kepada orang yang menurut penilaian kita punya power. Power menghasilkan trust dan ini sangat dibutuhkan oleh orang lain.



Kedua, faktual dan spesifik. Ini berlaku untuk umum. Entah kita mengajak atau menyuruh orang lain untuk berubah, hendaknya perlu dibuat sefaktual mungkin dan se-spesifik mungkin atau kongkrit. Kalau kita mengatakan, misalnya, you harus memperbaiki diri, tentu ini masih umum. Apanya yang perlu diperbaiki? Apa kesalahannya? Perbaikan seperti apa yang diperlukan? Supaya lebih mudah, ini perlu di-spesifik-kan dan ada dasarnya. Filosofinya, otak manusia itu sulit bekerja kalau tidak memahami instruksi secara kongkrit dan spesifik.



Ketiga, pertimbangan moment. Ini tentu sudah kita pahami bersama. Orang lain terkadang menolak ajakan untuk berubah karena memang moment-nya dianggap / dirasakan belum tepat. Misalnya saja kita memberikan saran tertentu kepada orang di depan orang lain. Mungkin saja saran yang kita berikan baik, tetapi kalau yang bersangkutan salah tanggap, apa jadinya? Nah, moment punya pengertian yang jauh lebih luas dari gambaran ini.



Sebagai tambahan, ada ungkapan yang perlu kita ingat. Katanya, meski ada orang yang ingin dikritik, tapi sebetulnya yang diinginkannya bukan kritik, melainkan pujian atau penghargaan. Ungkapan ini bisa kita jadikan pegangan untuk menciptakan / membuka moment apabila moment yang ditunggu-tunggu itu tidak datang. Artinya, kalau kita ingin mengkritik atau mengoreksi orang lain, hendaknya jangan langsung, tapi perlu dijelaskan sisi-sisi positifnya juga.



Keempat, pertimbangkan kapasitas. Ada ungkapan lagi yang mengatakan, orang yang "ngerti" (understand) itu cukup dikasih tahu dengan isyarat (bahasa halus). Tapi untuk orang yang "nggak ngerti", cara memberi tahunya harus dengan tongkat (media yang benar-benar sangat fisik atau kongkrit). Ini juga bisa kita jadikan acuan. Maksudnya, kita perlu merancang penjelasan yang tepat untuk orang yang tepat. Perlu dihindari menggunakan penjelasan yang halus / pakai perasaan kepada orang yang belum sanggup memahaminya atau menggunakan penjelasan yang "childish" untuk orang yang sudah ngerti. Ini memang sulit tapi memang perlu dijadikan acuan.



Kelima, pertimbangan efek waktu. Sebelum mengajak orang untuk berubah, kita perlu mempertimbangkan apakah efek yang kita harapkan itu untuk kepentingan jangka pendek atau untuk kepentingan jangka panjang. Ini terkait dengan apa yang sudah kita bahas di muka. Untuk hal-hal yang mudah diubah, bisalah kita mengharapkan efek jangka pendek. Tapi untuk hal-hal yang sulit diubah, mau tidak mau kita perlu merevisi harapan itu.



Nah, pemahaman tentang ini juga akan terkait dengan soal pendekatan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa untuk hal-hal yang sulit diubah atau untuk perubahan jangka panjang, biasanya akan sulit diubah dengan pendekatan yang sifatnya reaktif. Diperlukan edukasi dalam arti yang sebenarnya. Menurut pengalaman seorang ibu yang berhasil membebaskan putra-putranya dari jeratan narkoba, keberhasilannya ternyata banyak ditopang oleh kesabaran dan cinta, bukan kekerasan dan reaksi. Kita tahu, kesabaran dan cinta adalah termasuk kunci meng-educate seseorang untuk jangka panjang.



Keenam, tunjukkan efek manfaat bagi yang bersangkutan (motif). Dengan cara yang bisa dipahami oleh orang yang kita ajak untuk berubah, mau tidak mau kita perlu menjelaskan manfaat / hasil se-kongkrit mungkin, terutama bagi dirinya. Ini terkait dengan apa yang sudah kita bahas di muka. Bisa jadi orang tidak berubah karena tidak tahu manfaat dari sesuatu atau tidak menyadari adanya bahaya dari sesuatu. Tidak semua orang yang mandinya terlalu lama itu karena "bawaan" yang tidak mau diubah, tetapi mungkin juga karena tidak sadar bahwa itu menganggu orang sekitarnya. Misalnya begitu.



Ketujuh, beri masukan seputar cara yang mudah. Idealnya, selain kita mengajak atau mengharapkan orang lain berubah, kita pun perlu membantunya dalam menemukan berbagai cara yang mungkin bisa dilakukan atau menemukan berbagai resource yang mungkin bisa diakses. Kalau kita merasa tidak enak punya teman / keluarga yang lagi jobless, idealnya kita perlu membantu, entah dalam bentuk apapun. Kalau belum mampu, setidak-tidaknya kita perlu memahami kondisinya. Jangan sampai kita merasa tidak enak lalu menyuruhnya begini begitu namun kita tidak mau memahaminya dan membantunya.



Itulah sebagian kecil pendekatan yang mungkin bisa kita terapkan. Semoga bermanfaat.
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Rabu, 28 Juli 2010

Remaja Mencari Solusi

Diposting oleh robertus agus pujiantoro di 06.42
Orang dulu bilang, masa remaja adalah masa yang paling indah, masa yang penuh kenangan manis dan meski ada pahitnya, amat berkesan sepanjang masa. Nah, apakah orang jaman sekarang juga menganggap masa remaja adalah masa yang paling indah? Ada kemungkinan jika diteliti, ada sebagian yang mengatakan "ya", tapi sebagian juga mengatakan "tidak" dan ada sebagian lagi yang menganggap "tidak tahu" atau "have no idea". Yang pasti, masa-masa remaja tidaklah semudah dan semanis yang dilihat orang. Iklan selalu lebih bagus dari kenyataan. Ceria di luar belum tentu seceria di dalam; bisa jadi ceria yang di luar untuk menyembunyikan berbagai hal yang berkecamuk di dalam.

Sebenarnya, apa sih masalah yang sering membuat gundah remaja? Kalau ditanya, banyak yang hanya mendelikkan mata, angkat bahu atau menggelengkan kepala. Entah karena malas untuk dipikirkan atau pun terlalu rumit untuk dijawab. Tapi secara umum, ada beberapa hal jika diuraikan :

1. Problem dengan teman
Remaja sering dipusingkan dengan teman-teman sendiri. Di satu pihak mereka sangat butuh teman untuk jadi tempat curhat, ketawa ketiwi, rame bareng, main, gaul, atau jadi kebanggaan tersendiri kalau bisa gabung dengan teman-teman itu. Tapi di lain pihak, teman-teman yang sama bisa jadi persoalan ketika mulai ada ketidaksamaan yang sulit dijembatani tanpa menipu diri.

2. Problem cinta
Jatuh cinta tidak selalu berjuta rasanya, karena banyak lika liku yang dihadapi. Jangan anggap remeh urusan patah hati, karena moment itu bisa membuka pintu berbagai persoalan yang selama ini ditekan, disembunyikan, diabaikan, dsb. Dengan catatan, jika di masa sebelumnya, remaja sudah punya persoalan tersendiri yg kompleks tapi di-repress habis.

3.Problem akademik
Setiap remaja pasti ingin naik kelas, bahkan kalau bisa jadi juara. Tapi tidak mudah dapat nilai baik, selain pelajarannya sulit, disiplin diri lebih sulit lagi. Bellum lagi kalau banyak tugas kelompok dan tugas praktikum bagi yang sudah di SMU atau kuliah.kompetisi di sekolah, bisa menjadi motivator namun ada yang menganggapnya sebagai ancaman.

4. Problem dengan orang tua dan anggota keluarga lain
Generation gap membuat komunikasi anak dengan orang tua sering on off bahkan kurang nyambung. Beda perspektif, beda pendapat, beda kesenangan, beda kebiasaan, dsb. Selain itu, remaja sering bersitegang dengan orangtua, merasa kurang dimengerti dan terpaksa nurut karena takut. Belum lagi jika orangtua atau anggota keluarga lain yg serumah mengalami masalah berat sampai berpengaruh pada yang lain.

5.Problem diri sendiri
Remaja sering bingung dengan diri sendiri. Keinginan banyak, realisasi kurang.remaja juga sering bertanya, “kenapa kok aku beda dengan dia?” “Kenapa aku selalu nggak PD ?” “Kenapa sih aku selalu berubah-ubah? Kenapa emosiku tidak stabil?” Dan masih banyak persoalan yang berakar dari dalam diri.

Mekanisme Pertahanan Diri
Tentu tidak mudah menangani problem 5 dimensi. Jangankan remaja, orang dewasa sekalipun banyak yang tidak sukses mengelola problem-problem tersebut. Tidak jarang, cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi problem malah menimbulkan problem baru.

Krisis dan masalah sering membuat perasaan kita jadi tidak enak, gelisah, sedih, marah, dsb. Hampir dipastikan ada reaksi spontan dari dalam diri untuk mengatasi ketidaknyamanan itu. Mulai dari tindakan ringan sampai ekstrim. Masalahnya, apakah tindakan itu menyelesaikan masalah, atau sekedar mengobati perasaan; atau keduanya, atau tidak keduanya - alias, tidak menyelesaikan masalah dan tidak juga mengobati perasaan.

Beberapa cara yang umum dilakukan saat remaja mengalami krisis :

* Makan, nonton, jalan-jalan
* Mengurung diri and do nothing, hanya melamun, menangis, mengkhayal
* Marah-marah, berantemin orang-orang dan melampiaskan emosi pada orang lain atau pada benda-benda di sekelilingnya
* Makin gencar ollah raga dan aktivitas fisik lainnya, seperti renang, tennis, lari, bersepeda, naik gunung, martial art, dsb
* Tidur
* Curhat dengan teman,sms, fb-an, menelpon sana sini
* Baca buku, prakarya (artcraft), main musik, ciptain lagu dan syair, bikin puisi, menggambar, membuat kue, memasak, berkebun, menulis buku harian, dsb
* Beres-beres dan bersih-bersih
* Merokok
* Mabuk-mabukkan dan menggunakan narkoba
* Mengurus hewan peliharaan
* Mengurus / utak atik mekanik mobil, motor atau mesin atau bahkan bikin perabotan kecil-kecilan
* Self-sabotage /sabotase diri, seperti tidak makan, tidak mau belajar, tidak sekolah/kuliah, tidak mau mandi, dsb
* Pornografi dan gameografi

Masih banyak reaksi tindakan lain, namun kalau dikategorikan sebenanrnya hanya ada 2 macam : destruktif atau konstruktif. Yang destruktif jelas merugikan diri sendiri dan sudah tentu merepotkan orang lain; sebaliknya, yang konstruktif memberikan efek positif paling tidak bagi diri sendiri. Emosi surut, ada hasil yang bisa dinikmati pula, apalagi jika orang lain juga kena manfaatnya.

Masalahnya, tidak semua remaja bisa punya cara konstruktif. Jaman sekarang ini, kegiatan positif seperti mengerjakan hobi dan ketrampilan, sepertinya sudah banyak ditinggalkan, dan diganti dengan hang out untuk sekedar jalan-jalan, nonton, gossip, main game dan on line game, browsing internet, atau tidur-tiduran. Tanpa sadar, miskinnya kegiatan ini membuat remaja bukan saja jadi malas, tapi jadi nggak percaya diri ketika berhadapan dengan masalah.

Tentu saja mereka-mereka ini mudah panik dan cemas, takut dan bingung kalau tiba-tiba kena masalah. Biasanya, mereka mencoba mengandalkan bantuan teman-teman; ya kalau punya teman. Celakanya kalau tidak punya teman, mau bicara sama siapa? Mau minta tolong sama siapa? Yang punya teman pun belum tentu problemnya bisa beres karena teman-teman mereka kebanyakan berkebiasaan yang sama. Makan, nonton, jalan, shopping, gossip, gaming, nongkrong..solusi apa yang bisa muncul dari situ? Hiburan sesaat mungkin ya, tapi bukan solusi. Bahkan kalau dipikir panjang, kebiasaan-kebiasaan itu kan mahal, butuh biaya. Jadi bisa kebayang, kalau reaksi tindakan tersebut bakal tidak efektif selain mahal, juga tidak memberi jalan keluar.

Sementara, remaja-remaja yang punya kebiasaan dan kegiatan konstruktif, menyalurkan emosi dan keresahan pada kegiatannya tersebut. Secara psikologis, ketika emosi tersalur dengan cara dan media positif, tidak sekedar membantu menenangkan pikiran, meredakan ketegangan dan menurunkan stress. Kegiatan konstruktif justru membantu otak membuka kebuntuan-kebuntuan alternatif. Dikala emosi disalurkan dan dikelola secara positif, otak tetap aktif bekerja sehingga sering kita menemukan jawaban atas pertanyaan diri, menemukan insight atas masalahnya, melihat makna dan tujuan, bahkan melihat beberapa alternatif jalan keluar yang bisa dicoba. Maka, lain halnya, kalau badan dan otak di pasif-kan.

Apa akibatnya kalau masalah dibiarkan berlarut-larut?
Beberapa keluhan yang sering dialami remaja, seperti sulit konsentrasi, kehilangan motivasi dan semangat, nilai pelajaran turun, dijauhi teman, makin suka mengkhayal dan berfantasi, terlibat hubungan homoseksual atau lesbian, kecanduan minum atau drugs, pornografi, onani/masturbasi, depresi, hingga terlibat tindakan yang bisa membahayakan jiwa dirinya seperti ingin bunuh diri atau membahayakan orang lain, seperti agresi. Masalahnya, dengan tidak melakukan apa-apa, masalah tetap ada bahkan bertambah kompleks karena ketambahan masalah harian lain. Nah, kalau sudah begini, tentu saja remaja merasa masalah lebih besar dari dirinya. Remaja makin merasa terbeban, tertekan, inferior dan stress. Kerentanan ini lah yang menyebabkan remaja gampang sekali kena bujuk entah ikut kelompok radikal atau terjerumus dalam tindakan melanggar hukum, serta terjerat lingkaran narkoba.

Menghadapi pertanyaan orang tua, terutama, menjadi masalah yang luar biasa besarnya. Remaja jadi kian sensi jika orang tua mulai khawatir dan sering memberi wejangan. Yang sering terjadi, remaja merasa orang tua tidak mau mengerti, sementara orang tua merasa anaknya tidak mau terbuka. Komplit sudah masalahnya!

Mencari jalan keluar
Hubungan yang pura-pura baik (karena seolah terlihat harmonis di luar), lebih sering mengalami jalan buntu ketimbang jalan keluar, karena sama2 memaksakan kehendak dan jalan pikirannya sendiri-sendiri, teori dan asumsi masing-masing. Pun jika ada salah satu pihak yang mengalah dan nurut, motivasinya untuk menghindari pertengkaran dan resiko lain. Jadi, bukan menyelesaikan masalah, tapi menunda masalah dengan cara mendem jero, atau di repress. Nurutnya remaja dengan cara mendem jero, sangat tidak sehat bagi remaja itu sendiri dan hubungan dengan orang tua maupun teman-teman.

Selain memendam beban perasaan kesal, sakit hati, kecewa, remaja juga memendam keinginan, ide-ide yang kalau dieksplorasi bisa membawanya pada solusi betulan, yang dibutuhkan; bahkan bisa membuatnya jadi kuat karena menemukan identitasnya lewat pengalaman-pengalaman ketika krisis.Tapi karena tidak berani menyatakan sikap dan mengambil resiko, pilihan untuk submisif dan nurut adalah yang termudah. Setelah beberapa waktu berlalu, bisa berminggu, berbulan atau bertahun, baru terlihat kalau ternyata masalahnya tidak selesai dan mentalitas sang remaja malah makin lemah karena makin tidak berdaya dan makin tergantung pada orang lain, tidak berani berinisiatif dan bereksplorasi.

Keadaan ini bisa lebih parah jika remaja tidak punya hak bicara dan menyatakan pendapat. Tapi tidak selamanya begitu, ada juga remaja yang sudah diberi hak apapun, tetap tidak mau dan malas berinisiatif dan berusaha karena takut susah, takut salah dan takut sakit (emotional pain). Kondisi yang pertama, bisa membuat remaja kian frustrasi, stress, depresi, bahkan mengalami problem psikologis atau jadi apatis dan fatalistik. Kondisi kedua, membuat remaja malas, juga apatis, pathetic, depresi bahkan bisa jadi antisosial. Bayangkan saja, dilimpahi segala macam, tanpa diharuskan bertanggung jawab atas setiap tindakannya. Remaja jenis ini, menggadaikan freedom and liberty - menurut istilah Erich Fromm, “escape from freedom”, menggadaikan kemerdekaan jiwa demi kenyamanan semu. Inilah yang membuat jiwa 'mati selagi hidup'.

Oleh karenanya, keterbukaan adalah pintu gerbang untuk berbagai alternatif solusi yang tersedia. Remaja sering merasa 'tak punya pilihan lain' padahal karena memang belum pernah atau tidak mau menengok ke sudut lain. Ada juga yang begitu lantaran tidak pernah diajarkan dan di encourage untuk mencoba menjalani hidup dan memandang diri sendiri dengan cara yang berbeda dari kebiasaan. Jadi, bayangkan saja jika hidup remaja hanya diwarnai dengan 2 hal hitam putih, buruk baik, susah atau enak, begini atau begitu, bagaimana remaja tidak gampang stress dan frustrasi kalau ketimpa krisis?

Apa yang bisa dilakukan remaja jika dirinya mengalami masalah?
1. Diskusikan dengan orang yang tepat
Teman tidak selalu pihak yang tepat, apalagi jika hanya mengkonfirmasi hal-hal yang ingin di dengar. Teman seperti ini, hanya menambah pikiran dan beban emosional, tapi belum tentu punya solusi. Carilah orang yang mungkin saja punya pendapat dan jalan pikiran yang beda. Perbedaan itu membuat otak berpikir kritis dalam membaca persoalan, sehingga sedikit demi sedikit diperoleh gambaran yang obyektif akan apa yang sebenarnya terjadi. Cara ini membantu menentukan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.

Hanya, ada catatan penting, bahwa pola ini efektif membawa hasil jika ada kerendahan hati untuk mau mengakui dan bisa melihat sikap/tindakan diri sendiri yang menyebabkan terjadinya masalah. Sikap defensive, membuat apapun saran dan tawaran solusi, mental. Sebaliknya, sikap defensive, baik itu berupa keengganan menerima kritik, malu kalau kelihatan kurangnya, sehingga menutup diri atau diam-diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, membuat masalah tidak selesai, meski dengan berlalunya waktu. Waktu tidak menyelesaikan persoalan.

2. Lakukan tanggung jawab kita
Tanggung jawab harian kita, adalah obat mujarab bagi setiap persoalan. Tanpa kegiatan, energy stuck, pikiran buntu, emosi membludak, kecemasan meningkat, kecurigaan dan pikiran negatif bertambah. Jadi, apa yang harus dilakukan, lakukanlah sebaik mungkin, seoptimal mungkin, bukan demi orang lain, tapi itu adalah anak tangga menuju jalan keluar dan kunci memelihara stamina mental serta memberikan therapeutic effect. Jadi, jangan hindari apalagi hentikan kegiatan yang jadi tugas kita dengan dalih 'sedang tidak mood'.

3. Jalani hobi dan kegiatan positif
Seperti uraian di atas, menekuni hobi adalah kegiatan nurturing our soul. Melepaskan tekanan, mengelola emosi dan menenangkan batin. Kita bisa berdialog dengan diri sendiri dan bahkan mendengarkan petunjuk bijak Tuhan, justru saat asik mengerjakan hobi.

4. Berinisiatif untuk mencari solusi dan realisasikan dalam tindakan
Bergerak dan mengusahakan sekecil apapun tindakan, akan membawa perbedaan besar. Meskipun usahanya mentok, bukan berarti gagal, malah memberi pengetahuan baru bahwa perlu cara lain untuk melangkah berikutnya.

5. Membuka diri, mau melihat sisi lain
Ibarat belajar, jangan hanya membaca dari 1 buku atau 1 orang dan menganggap itu satu-satunya yang paling baik dan benar. Coba cari teori dan penjelasan lain tentang masalah yang dihadapi, bisa dengan bertanya pada profesional yang accessible, baik secara langsung maupun tak langsung (lewat email/internet) banyak web site yang menyediakan informasi yang dibutuhkan remaja untuk membantunya memahami, apa sih yang sebenarnya terjadi.

6. Membuka akses komunikasi yang baru
Membuka jalur-jalur komunikasi yang baru, merintis jalur kegiatan baru dan membuka diri terhadap orang-orang yang punya kepribadian positif. Remaja bisa banyak belajar dari orang-orang yang jauh lebih matang dalam kepribadian dan pengalaman; karena orang-orang itu juga pernah jadi remaja dan mengatasi kompleksitas kehidupan mereka saat itu.

7. Merubah kebiasaan
Tanpa sadar, banyak dari kebiasaan dan rutinitas yang malah memacetkan pertumbuhan kedewasaan dan penemuan diri. Rutinitas memang membuat nyaman, tapi jadi tidak sehat kalau kita takut merubah kebiasaan hanya karena takut kehilangan kenyamanan atau cemas menghadapi ketidakpastian dari sesuatu yang baru.

8. Berhenti meracuni diri sendiri
Banyak orang yang ketika sedang emosional, punya kebiasaan meracuni diri sendiri. Merokok, minum, narkoba, bahkan overeating atau malah tidak mau makan sama sekali, adalah tindakan meracuni diri. Tidak hanya itu, entertaining asumsi buruk, kecurigaan terhadap orang lain, berpikir negative tentang diri sendiri, memendam marah, sakit hati, sedih, benci dan iri, adalah bentuk lain dari meracuni diri. Berbagai hal itu perlu di kelola dan di buang dengan cara yang tepat dan sehat, supaya tidak berdampak negative buat diri sendiri maupun orang-orang di sekeliling kita. Istilah kerennya, GIGO – garbage in, garbage out. Kalau yang dimasukkan buruk, maka yang keluar juga buruk, pikiran buruk akan menghasilkan tindakan buruk, tindakan buruk akan menghasilkan reaksi buruk dari sekeliling. Mulailah bertindak selektif, kalau tidak positif – ya untuk apa di lakukan kalau nantinya hanya merugikan diri sendiri, apalagi orang lain.

9. Berpikir Positif
Prinsip yang harus di yakini, bahwa selama hidupnya, manusia pasti menghadapi masalah karena dari masalah kita belajar menjadi bijak, pandai dan dewasa. Jadi, krisis dan masalah bukanlah akhir dari segalanya, tapi awal dari perjalanan, bekal dalam menempuh petualangan hidup. Carilah segi positif dari masalah yang sedang dihadapi, pasti ada manfaat di balik semua ini. Orang mengatakan “blessing in disguise”.

10. Bantulah orang lain!
Setiap orang pasti punya masalah, berat ringannya tergantung persepsi dan kemampuan masing-masing. Kita suka menganggap masalah kita yang paling berat, padahal banyak masalah teman-teman dan orang di sekeliling kita yang punya masalah jauh lebih berat. Kita tidak tahu karena kita tidak cukup membuka diri terhadap mereka, menyediakan diri untuk memahami kehidupan mereka. Pikiran kita terfokus pada masalah kita sendiri sampai tidak tahu kalau ada teman yang kesusahan atau tetangga yang perlu bantuan. Nah, buatlah diri kita berarti bagi orang lain. Tidak usah harus menjadi pahlawan, lakukan saja apa yang semestinya dan bisa kita lakukan untuk meringankan beban hidup orang lain. Kita bahagia kalau kita bisa membantu orang lain. Bukankah kita hidup di dunia ini untuk bisa membawa kebaikan dan berkah bagi sesama?

Meskipun masalah remaja begitu kompleks, namun di dunia ini juga sudah tersedia jawaban dan solusinya. Kuncinya, remaja perlu bereksplorasi dan proaktif dalam menempuh petualangan hidupnya. Ketakutan dan berbagai perasaan itu pasti ada, tapi jangan sampai dijadikan alasan untuk berhenti berjalan. Persoalan saat ini jangan menjadi akhir dari segalanya. Perjalanan hidup masih panjang, masih banyak petualangan menarik untuk dilalui. Pandai-pandai mengelola perasaan dan persoalan selama berpetualang, sementara jangan kehilangan focus ke masa depan. Teruslah melangkah dan nikmati setiap moment dalam hidup ini sebagai anugerah kehidupan.

Semoga bermanfaat!
0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Facebook Badge

A Robertus A Pujiantoro

Create Your Badge

Blog Archive

  • ▼  2012 (1)
    • ▼  02/05 - 02/12 (1)
      • untuk mama
  • ►  2011 (3)
    • ►  03/06 - 03/13 (1)
    • ►  02/20 - 02/27 (2)
  • ►  2010 (49)
    • ►  09/19 - 09/26 (1)
    • ►  08/08 - 08/15 (1)
    • ►  07/25 - 08/01 (1)
    • ►  06/20 - 06/27 (1)
    • ►  06/06 - 06/13 (12)
    • ►  05/30 - 06/06 (7)
    • ►  05/23 - 05/30 (4)
    • ►  05/16 - 05/23 (6)
    • ►  05/02 - 05/09 (3)
    • ►  04/25 - 05/02 (1)
    • ►  04/18 - 04/25 (1)
    • ►  04/11 - 04/18 (6)
    • ►  03/28 - 04/04 (1)
    • ►  02/21 - 02/28 (1)
    • ►  02/07 - 02/14 (2)
    • ►  01/31 - 02/07 (1)
  • ►  2009 (3)
    • ►  11/29 - 12/06 (1)
    • ►  11/22 - 11/29 (2)

Followers

My Blog List

  • Beranda

Followers

About Me

Foto saya
robertus agus pujiantoro
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

  • ▼  2012 (1)
    • ▼  02/05 - 02/12 (1)
      • untuk mama
  • ►  2011 (3)
    • ►  03/06 - 03/13 (1)
    • ►  02/20 - 02/27 (2)
  • ►  2010 (49)
    • ►  09/19 - 09/26 (1)
    • ►  08/08 - 08/15 (1)
    • ►  07/25 - 08/01 (1)
    • ►  06/20 - 06/27 (1)
    • ►  06/06 - 06/13 (12)
    • ►  05/30 - 06/06 (7)
    • ►  05/23 - 05/30 (4)
    • ►  05/16 - 05/23 (6)
    • ►  05/02 - 05/09 (3)
    • ►  04/25 - 05/02 (1)
    • ►  04/18 - 04/25 (1)
    • ►  04/11 - 04/18 (6)
    • ►  03/28 - 04/04 (1)
    • ►  02/21 - 02/28 (1)
    • ►  02/07 - 02/14 (2)
    • ►  01/31 - 02/07 (1)
  • ►  2009 (3)
    • ►  11/29 - 12/06 (1)
    • ►  11/22 - 11/29 (2)

komentar


ShoutMix chat widget

Cari Blog Ini

 

© 2010 My Web Blog
designed by DT Website Templates | Bloggerized by Agus Ramadhani | Zoomtemplate.com